Idulfitri ala Karanglo

Sudah tiga lebaran saya habiskan di Karanglo, sebuah dusun kecil di desa Kenteng, Bandungan. Tempat yang indah ini adalah tanah kelahiran istri saya. Bersama kedua orang tuanya yang merupakan pedagang kuliner, kami berempat tinggal dalam satu rumah.

Lebaran di lingkungan baru membawa tantangan bagi saya. Selain kewajiban moral untuk menghafalkan nama, wajah, dan silsilah keluarga besar istri, saya juga harus beradaptasi dengan hal-hal baru. Untuk perkara hal-hal baru ada beberapa hal yang ingin yang saya bagikan. 


Salat Id di Musala

Karanglo merupakan dusun yang wilayahnya cukup luas. Hal tersebut berimbas pada ketersediaan fasilitas ibadah, masjid khususnya. Sebenarnya di sini ada satu masjid besar namun jaraknya cukup jauh dari rumah kami. Sebagian warga lebih memilih melangsungkan salat Id di musala yang jaraknya relatif lebih dekat. Dengan kapasitas musala yang cukup terbatas ditambah lingkup jemaah yang sangat lokal, salat Id terasa sangat khidmat dan hangat. Hal tersebut sangatlah baru bagi saya, mengingat sejak kecil selalu melaksanakan salat Id di masjid besar ataupun lapangan dengan jemaah yang selalu membeludak.


Tradisi Metokke

Ada satu tradisi otentik di Karanglo pada saat lebaran, para warga menyebutnya dengan metokke. Istilah metokke berasal dari kata metu yang berarti 'keluar'. Metokke adalah kegiatan mengeluarkan makanan yang kita punya untuk dimakan bersama di musala. Kegiatan ini dilakukan tepat setelah salat Id dimana para warga harus pulang terlebih dahulu untuk mengambil makanan yang telah mereka siapkan. Setiap rumah biasanya akan diwakili oleh kepala keluarga masing-masing. Kegiatan diawali dengan sambutan dari pemuka agama dilanjutkan dengan do'a bersama. Setelah itu, para warga akan memakan bekal makanan yang mereka bawa secara bersama-sama. Sebelum pulang, mereka akan saling tukar-menukar ketupat dengan warga yang lain. Sejauh yang saya tangkap, tradisi ini mengajarkan para warga untuk terus bersyukur dan senantiasa hidup rukun. Sebuah nasihat luhur yang hingga kini tak pernah luntur.


Lebaran penuh bunga

Selain dikenal sebagai daerah penghasil sayuran, Bandungan juga mahsyur dengan bunga-bunganya yang bervariasi dan indah. Untuk memenuhi kebutuhan bunga saat lebaran, para warga biasanya akan memanen bunga secara bersamaan pada hari-hari terakhir jelang lebaran. Selain tujuan mulia untuk melengkapi kebutuhan kegiatan nyekar ke makam leluhur, faktor harga jual sangat berperan besar. Tak sedikit para pedagang yang menaikkan harga jual bunganya lebih tinggi dibanding hari biasa. Setiap hari jelang Idulfitri, para pedagang bunga akan tumpah ruah menjual hasil panen mereka di sepanjang jalan Bandungan. Harum semerbak, warna-warni, dan penuh keindahan layaknya taman kahyangan.

You Might Also Like

0 komentar