Suara yang tertinggal; kompetensi interkultural ialah hak semua mahasiswa
sumber gambar : pixabay.com |
Beberapa waktu lalu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (kemendikbudristek) baru saja mengeluarkan dua program terbaru dalam kerangka Merdeka Belajar Kampus Merdeka. Kedua program tersebut adalah bantuan untuk program transfer kredit internasional (PTKI) dan beasiswa Indonesian international student mobility awards (IISMA). PTKI adalah bantuan pemerintah bagi mahasiswa yang sedang mengambil mata kuliah di universitas luar negeri melalui skema kerja sama bilateral antara universitas di Indonesia dengan universitas mitra luar negeri. Sedangkan, IISMA adalah beasiswa pemerintah bagi mahasiswa yang ingin mengikuti program mobilitas internasional menuju universitas di luar negeri. IISMA dilaksanakan melalui skema kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan universitas luar negeri yang termasuk dalam 300 besar universitas unggulan dunia.
Dua program yang diluncurkan pemerintah tersebut sungguh layak dan harus diapresiasi. Pemerintah terbukti hadir memberikan bantuan bagi perguruan tinggi yang terus dituntut untuk melakukan internasionalisasi institusi. Program mobilitas dan transfer kredit internasional merupakan bagian dari implementasi kerja sama internasional yang selama ini dikerjakan secara mandiri oleh perguruan tinggi dengan segala tantangannya. Diluncurkannya dua program tersebut seakan menjadi semangat baru bagi perguruan tinggi untuk terus mengembangkan kinerja internasionalisasi. Selain itu, hadirnya pemerintah bisa menjadi pertanda bahwa program internasionalisasi perguruan tinggi akan lebih mendapat perhatian di masa mendatang.
Kompetensi interkultural
Kerap
disinggung dalam latar belakang program-program internasional tidak berarti
selalu menjadi fokus perhatian. Internasionalisasi tidak lepas dari usaha-usaha
perguruan tinggi untuk membekali mahasiswanya dengan kompetensi interkultural –dalam
lingkup internasional. Kompetensi interkultural menjadi penting melihat dunia
saat ini yang sudah benar-benar mengglobal tanpa kenal batas. Apalagi ditambah
kentalnya sikap inferioritas anak bangsa terhadap bangsa lain, buah dari
kolonialisme yang menurun berabad lamanya.
Deardoff (2006) menyampaikan bahwa kompetensi interkultural adalah sebuah kemampuan untuk secara sadar mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mengarah pada terciptanya perilaku dan komunikasi yang tepat serta efektif dalam interaksi antar budaya. Berangkat dari pengertian tersebut, mahasiswa Indonesia diharapkan agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam berinteraksi dengan bangsa negara lain. Di sisi lain, pemerintah dan perguruan tinggi juga harus berkomitmen dan aktif menyediakan wahana interaksi budaya bagi mahasiswa.
Internasionalisasi hanya milik segelintir kecil?
Program
PTKI dan IISMA yang digagas pemerintah, sekali lagi, sangat patut dan harus
diapresiasi. Paparan internasional yang ditawarkan layaknya padepokan untuk
sebenar-benarnya menggapai kompetensi interkultural bagi mahasiswa. Namun
demikian, apakah semua mahasiswa Indonesia sudah memiliki kesempatan yang sama?
dengan akses yang sama? bantuan dan pendampingan yang sama? tentu hal ini layak
menjadi kajian lebih lanjut. Meski begitu, ketidakmerataan kesempatan dapat terlihat dari jumlah
kuota bantuan yang ditawarkan pemerintah. Program PTKI hanya membolehkan suatu
perguruan tinggi menominasikan paling banyak 10 mahasiswa. Sedangkan IISMA
secara global hanya diperuntukkan bagi 1000 mahasiswa Indonesia dari total
6.259.941 mahasiswa yang terdaftar aktif di pangkalan data perguruan tinggi.
Bagaimana dengan mahasiswa yang lain? Apakah benar internasionalisasi hanya milik
segelintir kecil mahasiswa?.
Alih-alih bermimpi memberangkatkan semua mahasiswa Indonesia ke kancah dunia, pemerintah dan perguruan tinggi harus bisa membawa dunia datang ke Indonesia. Peningkatan mutu perguruan tinggi melalui rekognisi global serta internasionalisasi yang bersifat ke dalam/inbound harus terus diupayakan. Sebuah kampanye yang bertajuk ‘internasionalisasi di rumah’ / internationalisation at home harus segera dirumuskan oleh pemerintah dan perguruan tinggi. Internasionalisasi perguruan tinggi adalah keniscayaan dalam menguatkan kepribadian bangsa, melalui pencapaian kompetensi interkultural yang merupakan hak seluruh mahasiswa Indonesia.
(Rio Pribadi)
Sumber :
- Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. (2021). Petunjuk teknis bantuan pemerintah program transfer kredit
internasional. Direktorat pembelajaran
dan kemahasiswaan.
- Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. (2021). Panduan beasiswa indonesian international student mobility
awards tahun 2021. Tim Indonesian
international student mobility awards (IISMA).
- Deardorff, D. K. (2006).
Identification and assessment of intercultural competence as a student outcome
of internationalization. Journal of
Studies in International Education, 10(3), 241–266.
- Pangkalan Data Pendidikan Tinggi.
(2021). Statistik mahasiswa. https://pddikti.kemdikbud.go.id/mahasiswa
0 komentar